Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan
disimpan sebagai glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi
oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu
adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin.
Insulin dihasilkan oleh sel-sel β, mendominasi
gambaran metabolik. Hormon ini mengatur pemakaian glukosa melalui banyak cara :
meningkatkan pemasukan glukosa dan kalium ke dalam sebagian besar sel;
merangsang sintesis glikogen di hati dan otot; mendorong perubahan glukosa
menjadi asam-asam lemak dan trigliserida; dan meningkatkan sintesis protein,
sebagian dari residu metabolisme glukosa. Secara keseluruhan, efek hormone ini
adalah untuk mendorong penyimpanan energi dan meningkatkan pemakaian glukosa.
Glukagon dihasilkan oleh sel-sel α, meningkatkan
sintesis protein dan menstimulasi glikogenolisis (pengubahan glikogen cadangan
menjadi glukosa) dalam hati; ia membalikkan efek-efek insulin. Somatostatin
dihasilkan oleh sel-sel delta, menghambat sekresi glukagon dan insulin; hormone
ini juga menghambat hormone pertumbuhan dan hormone-hormon hipofisis yang
mendorong sekresi tiroid dan adrenal.
Saat setelah makan atau minum, terjadi peningkatan
kadar gula darah yang merangsang pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah
kenaikan kadar gula darah lebih lanjut. Insulin memasukkan gula ke dalam sel
sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan
berpengaruh terhadap konsentrasi glukosa dalam darah.
Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi
akibat asupan makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung
insulin. Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) terjadi jika insulin
yang beredar tidak mencukupi atau tidak dapat berfungsi dengan baik; keadaan
ini disebut diabetes mellitus. Apabila kadar glukosa plasma atau serum sewaktu
(kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir) sebesar ≥ 200 mg/dl, kadar
glukosa plasma/serum puasa yang mencapai > 126 mg/dl, dan glukosa
plasma/serum 2 jam setelah makan (post prandial) ≥ 200 mg/dl biasanya menjadi
indikasi terjadinya diabetes mellitus.
Kadar glukosa puasa memberikan petunjuk terbaik
mengenai homeostasis glukosa keseluruhan, dan sebagian besar pengukuran rutin
harus dilakukan pada sampel puasa. Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi
kadar glukosa (mis. diabetes mellitus, kegemukan, akromegali, penyakit hati
yang parah, dsb.) mencerminkan kelainan pada berbagai mekanisme pengendalian
glukosa.
Uji gula darah post prandial biasanya dilakukan untuk
menguji respons penderita terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah
makan (sarapan pagi atau makan siang).
Untuk kasus-kasus hiperglikemia atau bahkan
hipoglikemia yang tak jelas, biasanya dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTG oral dipengaruhi oleh banyak
variable fisiologik dan menjadi subjek dari bahan interpretasi diagnostik yang
berbeda-beda. Uji toleransi glukosa intravena jarang diindikasikan untuk tujuan
diagnosis.
PROSEDUR
Jenis spesimen
Dulu,
pengukuran glukosa dilakukan dengan menggunakan sampel darah lengkap (whole
blood), tetapi hampir seluruh laboratorium melakukan pengukuran kadar
glukosa dengan sampel serum. Serum memiliki kadar air yang tinggi daripada
darah lengkap, sehingga serum dapat melarutkan lebih banyak glukosa. Untuk
mengubah glukosa darah lengkap, kalikan nilai yang diperoleh dengan 1,15 untuk
menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma.
Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis serum memungkinkan terjadinya metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan melalui pemusingan (sentrifugasi). Jumlah sel darah yang tinggi dapat menyebabkan glikolisis yang berlebihan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa. Untuk mencegah glikolisis tersebut, serum harus segera dipisahkan dari sel-sel darah.
Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis serum memungkinkan terjadinya metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan melalui pemusingan (sentrifugasi). Jumlah sel darah yang tinggi dapat menyebabkan glikolisis yang berlebihan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa. Untuk mencegah glikolisis tersebut, serum harus segera dipisahkan dari sel-sel darah.
Suhu lingkungan tempat darah disimpan sebelum diperiksa turut mempengaruhi tingkat glikolisis. Pada suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan kadar glukosa 1-2% per jam. Sedangkan pada suhu lemari pendingin, glukosa tetap stabil selam beberapa jam di dalam darah.
Penambahan natrium fluoride (NaF) pada sampel darah dapat menghambat glikolisis sehingga kadar glukosa dapat dipertahankan bahkan dalam suhu kamar.
Pengumpulan spesimen
Pengambilan darah harus dilakukan pada lengan yang berlawanan dengan lengan tempat pemasangan selang IV. Pengambilan darah pada lengan yang terpasang selang IV dapat dilakukan asalkan aliran selang dihentikan paling tidak selama 5 menit dan lengan diangkat untuk mengalirkan cairan infuse menjauhi vena-vena. Pencemaran 10% oleh cairan dextrose 5% (D5W) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam sampel sebesar 500 mg/dl atau lebih.
Darah arteri, vena, dan kapiler memiliki kadar glukosa yang setara pada keadaan puasa, sedangkan setelah makan, kadar vena lebih rendah daripada arteri atau kapiler.
Untuk uji glukosa darah puasa, penderita diminta berpuasa selama 10 jam sejak malam sebelum diambil darah (misalnya mulai puasa jam 9 malam). Selama berpuasa penderita tidak boleh melakukan akitifitas fisik yang berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan minum air putih. Pagi hari setelah puasa (misalnya jam jam 8 pagi), penderita diambil darah vena 3-5 ml dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). NaF digunakan untuk mencegah glikolisis yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Penderita diminta untuk makan dan minum seperti biasa, lalu puasa lagi selama 2 jam. Selama berpuasa penderita tidak boleh melakukan akitifitas fisik yang berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan minum air putih.
Untuk uji glukosa post prandial, penderita diambil darah vena sebanyak 3-5 ml tepat dua jam setelah makan, dan dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). Darah yang telah diperoleh disentrifus, kemudian serum atau plasmanya dipisahkan dan diperiksa kadar glukosa.
Untuk uji glukosa darah sewaktu atau acak/random, penderita tidak perlu puasa dan pengambilan dapat dilakukan di sembarang waktu.
Metodologi
Dahulu, glukosa diperiksa dengan memanfaatkan sifat mereduksi glukosa yang non spesifik dalam suatu reaksi dengan bahan indikator yang memperoleh atau berubah warna jika tereduksi. Karena banyak jenis pereduksi lain dalam darah yang dapat bereaksi positif, maka dengan metode ini kadar glukosa bisa lebih tinggi 5-15 mg/dl.
Sekarang, pengukuran glukosa menggunakan metode enzimatik yang lebih spesifik untuk glukosa. Metode ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase atau heksokinase, yang bekerja hanya pada glukosa dan tidak pada gula lain dan bahan pereduksi lain. Perubahan enzimatik glukosa menjadi produk dihitung berdasarkan reaksi perubahan warna (kolorimetri) sebagai reaksi terakhir dari serangkaian reaksi kimia, atau berdasarkan konsumsi oksigen pada suatu elektroda pendeteksi oksigen. Chemistry analyzer (mesin penganalisis kimiawi) modern dapat menghitung konsentrasi glukosa hanya dalm beberapa menit.
Di luar laboratorium, sekarang banyak tersedia berbagai merek monitor glukosa pribadi yang dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dari tusukan di ujung jari. Alat ini cukup bermanfaat untuk mengetahui kadar glukosa darah dan untuk menyesuaikan terapi. Namun, alat ini memiliki kekurangan dimana hasil pengukuran terpengaruh oleh kadar hematokrit dan juga protein serum; kadar hematokrit yang rendah dapat meningkatkan secara semu kadar glukosa darah, dan sebaliknya (efek serupa juga berlaku untuk protein serum yang rendah atau tinggi). Oleh sebab itu, penderita harus secara berkala membandingkan hasil pengukuran alatnya dengan pengukuran glukosa laboratorium klinik (baku emas) untuk memperkirakan kemungkinan interferensi fisiologik serta fluktuasi fungsi alat mereka.
NILAI RUJUKAN
- Gula darah sewaktu
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah
lengkap : sampai dengan 120 mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah
lengkap : sampai dengan 140 mg/dl.
- Gula darah puasa
DEWASA : Serum dan plasma : 70 – 110 mg/dl; Darah
lengkap : 60 – 100 mg/dl; Nilai panik : kurang dari 40 mg/dl dan
> 700 mg/dl
ANAK : Bayi baru lahir : 30 – 80 mg/dl; Anak
: 60 – 100 mg/dl
LANSIA : 70 – 120 mg/dl.
- Gula darah post prandial
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah
lengkap : sampai dengan 120 mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah
lengkap : sampai dengan 140 mg/dl.
MASALAH KLINIS
PENINGKATAN
KADAR (hyperglycaemia)
: diabetes mellitus, asidosis diabetik, hiperaktivitas kelenjar adrenal
(sindrom Chusing), akromegali, hipertiroidisme, kegemukan (obesitas),
feokromositoma, penyakit hati yang parah, reaksi stress akut (fisik atau
emosi), syok, kejang, MCI akut, cedera tabrakan, luka bakar, infeksi, gagal,
ginjal, hipotermia aktifitas, pankreatitis akut, kanker pankreas, CHF, sindrom
pasca gastrektomi (dumping syndrome), pembedahan mayor. Pengaruh obat : ACTH;
kortison; diuretik (hidroklorotiazid, furosemid, asam etakrinat); obat
anestesi, levodopa.
PENURUNAN KADAR (hypoglycaemia) : reaksi hipoglikemik (insulin berlebih), hipofungsi korteks adrenal (penyakit Addison), hipopituitarisme, galaktosemia, pembentukan insulin ektopik oleh tumor/kanker (lambung, hati, paru-paru), malnutrisi, ingesti alkohol akut, penyakit hati yang berat, sirosis hati, beberapa penyakit penimbunan glikogen, hipoglikemia fungsional (aktifitas berat), intoleransi fruktosa herediter, eritroblastosis fetalis, hiperinsulinisme. Pengaruh obat : insulin yang berlebih, salisilat, obat antituberkulosis.
PENURUNAN KADAR (hypoglycaemia) : reaksi hipoglikemik (insulin berlebih), hipofungsi korteks adrenal (penyakit Addison), hipopituitarisme, galaktosemia, pembentukan insulin ektopik oleh tumor/kanker (lambung, hati, paru-paru), malnutrisi, ingesti alkohol akut, penyakit hati yang berat, sirosis hati, beberapa penyakit penimbunan glikogen, hipoglikemia fungsional (aktifitas berat), intoleransi fruktosa herediter, eritroblastosis fetalis, hiperinsulinisme. Pengaruh obat : insulin yang berlebih, salisilat, obat antituberkulosis.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
- Obat-obatan (kortison, tiazid, “loop” diuretik) dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
- Trauma, stress dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
- Penundan pemeriksaan serum dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah.
- Merokok dapat meningkatkan kadar gula darah serum.
- Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium dilakukan dapat menurunkan kadar gula darah.
0 komentar:
Posting Komentar