Sore itu kawasan malioboro tampak ramai dengan
aktivitas para pengendara sepeda motor, mobil dan sepeda yang berlalu lalang.
(suara jalan ramai)
(lagu yogyakarta-kla project)
Tampak dari
mereka terlihat sedang asyik mengobrol.
Bravi : “ Eh tau gak? Denger-denger mau ada anggota
baru lo..
Ais : “ Masak sih? Siapa?”
Ika : “ Iya, dua orang katanya”
Frasi : “ ah ketinggalan jaman,anggota barunya kan
siswa di sekolah kita haha”
Dewi : “ Hey, kumpul teman-teman”
(serempak
mereka pun berkumpul ke arah ketua komunitas itu)
Dewi : “ Minggu lalu kan kita udah mbahas konsep
yang bakal kita tunjukkin, jadi nanti kita nyanyi sambil nari, gimana setuju
teman-teman?”
(serempak
menjawab,”setujuuuuuuuuuuuuuuuu”)
Dewi : “ Baik, kalo gitu mohon bantuan dan
kerjasamanya ya.” Tegas ketua komunitas sambil menundukkan kepalanya.
Dewi : “ oh iya,kita kedatangan 2 anggota baru
dari SMA Bina Bangsa,untuk lebih jelasnya silahkan memperkenalkan diri”
Norma : “
sore,perkenalkan nama saya norma,saya siswa di SMA Bina Bangsa,dan ini teman
saya Tania”
Tania : “ Halo,nama saya Tania,saya siswa di SMA
Teladan”
Norma &
Tania : “mohon bantuan dan kerjasama nya yaa..”
Mereka
pun kembali ke tempat masing-masing dan melanjutkan aktivitas mereka yang
sempat tertunda.
Tiya : “ Vi, kamu kenapa? kok diem aja dari tadi.
Apa kamu gak setuju sama konsepnya ?” tanyanya sambil menepuk bahu Evi
Evi : “ Ah, enggak kok. cuma sedikit pusing aja nih.”ujarnya sambil
memegang kepala.
Tiya : “ Yaudah, kita pulang aja yuk. Terus kamu
minum obat dan istirahat ya?” ajaknya sambil mengandeng tangan Tiya.
(Tiya dan Evi berjalan pulang)
Sesampainya
di rumah Evi. . .
(meminum
obat)
Evi : “ Kenapa rasanya masih sakit ya? Gak
seperti biasanya. Apa yang terjadi? Sebaiknya besok pulang sekolah aku cek ke
dokter.” ujarnya.
Saat ia
beranjak tidur, tiba-tiba handphone nya berdering pertanda ada telepon yang
masuk.
(mengangkat
telepon)
Evi :
“ Halo, siapa sih? udah malem masih aja telepon. Ganggu orang mau tidur aja.”
Ulva :
“ Wah, galak banget adek mbak satu-satunya ini. Maaf deh udah ganggu.”
Evi :
“ Ha? Ini ka Ulva? Aaaa kangen kak.”
Ulva :
“ Tadi katanya ganggu kok jadi kangen sekarang? Haha. Gimana kabarmu? Maama
juga baik-baik aja kan dek?
Evi :
“ Hehe, habis aku kira siapa gak ada namanya di phonebookku? Aku sama mama
baik-baik aja,Kak. Kakak sendiri gimana? Kapan pulang sih? betah banget di
perancis”
Ulva :
“ Iya, kakak pake nomer temen nih. Kakak juga baik-baik aja disini. Kakak belum
tau kapan pulang masih ada beberapa job lagi yang harus kakak selesein. Yaudah
ya, kakak tutup dulu teleponnya. Good night adekku sayang, salam sayang buat
mama juga yaa.”
Evi pun bergegas untuk tidur karena
sudah terlarut malam.
(suara ayam berkokok)
Keesokan paginya. . . .
(lagu :
kepompong)
Tiya : “
aku masuk dulu ya,Vi. Nanti pulang sekolah bareng kan?”
Evi : “Wah, maaf aku nggak bisa, aku ada
kerja kelompok bareng Bravi sama Frasi.” Elaknya (dalam hati ia merasa bersalah
karena telah membohongi sahabatnya itu)
Tiya : “ Yaudah, gakpapa. Nyantai aja, lagian
masih ada Ika sama Vela. nanti biar aku pulang bareng mereka. Belajar yang
rajin ya, Nak?” ejeknya
Evi : “ Yaudin, aku masuk kelas dulu ya
sayang. Bye.bye” (sambil berlalu meninggalkannya)
Di dalam kelas. . . .
Norma : “
Selamat Pagi anak-anak,hari ini kita akan membahas sejarah G30SPKI,buka buku
halaman 111, ” (kemudian menjelaskan)
Bravi : “ Eh (sambil mencolek frasi) kenapa tuh si
evi ? wajahnya pucat gitu?”
Frasi : “ Mana ku tahu, mungkin dia kurang tidur
gara-gara nonton bola semalem? Ntar kita
tanya aja.”
(suara bel)
Norma : “ Baiklah anak-anak,sampai disini
dulu,selamat siang”
Murid : “siang buuuu!!”
Bravi pun mengajak Frasi dan Evi ke depan kelas.(menggandeng
tangan Frasi dan Evi)
( Frasi membawa camilan)
Frasi : “ Kamu gak papa,Vi?” Tanyanya dengan penuh
kekhawatiran
Evi : “ I’m oke, why?”
Bravi : “ Mukamu tuh pucat banget.” Ujarnya sambil
menunjukkan kaca ke arah Evi.
Evi : “ Ah, enggak kok biasa aja sih. Oh iya,
aku mau minta tolong nih sama kalian. Nanti kalo Tiya nanya kalian kita ada
kerja kelompok gak? Jawab iya ya, please .” mohonnya
Bravi : “ Emang kenapa sih? Kok pake bohong
segala.”
Frasi : “ Iya, nih. Masak kamu nyuruh kita buat
bohong. Tumben, mbak?”ejeknya
Evi : “ Soalnya aku nanti mau ke mall dulu
beliin sesuatu buat dia.” Akunya(dalam hati
dia merasa bersalah karena sudah berbohong lagi)
Frasi : “ Oke deh, kalo itu alesannya. Siap boss
!”
Evi : “ Thankyou, masuk kelas yuk” ajaknya
smbil menggandeng kedua tangan temannya itu.
Sementara itu, Ika sedang mengejar Tiya yang berjalan
sendiri menuju taman sekolah.
(lagu :
semakin ku kejar semakin ku jauh)
Ika : “ Tunggu aku, Tiya” (sambil berlari dan
melambaikan tangan kearah Tiya yang sudah meninggalkannya)
Tiya :” Sepertinya ada yang memanggilku? Ah,
mungkin hanya perasanku saja.”(sejenak langkahnya terhenti untuk berfikir)
Ika : “ Akhirnya, ketangkep juga
kamu.”ujarnya sambil memegang tangan kiri Tiya.
Tiya ;”ini siapa ya?”
Ika ;”ini aku ika”
Tiya : “ Ternyata kamu yang manggil aku dari
tadi, maaf aku gak tau.hehe”
Ika : “ Yoi, nggakpapa. Santai aja, boleh aku
temenin ?”
Tiya : “ Boleh, duduk sini aja ya? Sini” ujarnya
mempersilahkan Ika duduk.(tiya menyanyi-nyanyi kecil)
(lagu :
harus terpisah)
Ika : “ Cie yang suaranya bagus.
Nyanyi-nyanyi terus”
Tiya : “ Hehe, jadi malu.” Jawabnya
Tiya : “ sebenarnya aku suka banget nyanyi Ka.
Aku pengen bikin konser kalau aku udah bisa lihat, biar aku juga bisa melihat
penonton yang menontonku. Yah tapi itu Cuma impianku aja sih, mungkin gak akan
terwujud.”ujarnya sambil menahan air mata yang ingin keluar.
Ika : “ Pasti suatu saat kamu dapat melihat.
Believe it” (sambil menepuk bahu Tiya)
Tiya : “ Iya, Evi juga pernah bilang kayak gitu
ke aku. Semoga aja keinginanku ini terkabul.”
(vela
berlari ke arah mereka)
Vela : “ Yaelah ternyata kalian disini, dari
tadi aku cariin tau.”
Ika : “ Emang ada apa sih, ko kyaknya penting
gitu?”
Vela : “ Tau gak kita bakal libur mulai besok?”
Tiya : “ Mulai besok, maksudnya ?”
Vela : “ Iya, kita libur 2 minggu. Haha.”
Ika : “ Loh emang ada apa?”
Vela : “ Katanya sih buat ujian sekolah kelas
3.”
Ika : “ Wah, asyik nih. Kita jadi bisa fokus
sama pertunjukan seni, Tiy”
Vela : “ Tunggu, apa? Pertunjukan seni apa yang
kalian maksud?”
Tiya : “ Jadi gini loh, aku seni sama ika gabung
di komunitas seni. Nah, bentar lagi kita bakal ngadain pertunjukan seni gitu.”
Vela : “ Wah, kedengarannya asyik tuh. Kapan
acaranya? Aku boleh ikut gabung gak?”
Ika : “ Tepatnya sih 13 hari lagi. Boleh lah,
besok pagi dateng aja di basecamp kita.Kita tunggu yaa.”
Vela : “ Oke, aku pasti dateng.”
(suara bel)
Seusai suara bel berbunyi, mereka pun masuk ke dalam
kelas. Tak lama kemudian, Bu Tania guru matematika mereka datang.
Tania : “Buka halaman 123, kerjakan masalah ekonomi
matematika pada latihan 2. Selesai, kumpulkan. Saya beri waktu 45 menit dari
sekarang ”
Saat sedang
mengerjakan soal-soal matematika itu, tiba-tiba sekolah mereka diguyur oleh
hujan.
(suara
hujan)
Tiya : “ Untung, aku udah bawa payung di tas.”
Ujarnya(tangan kirinya mengambil payung dalam tas)
(suara bel)
Bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Tiya, Ika dan
Vela pulang bersama. Sementara digedung sebelah sekolah mereka, Evi masih
menunggu hujan reda.
(iklan :
menawari payung pada evi)
(Evi berlari
meninggalkan sekolah)
Sesampainya
di rumah sakit, evi langsung menemui dokter pribadinya.
Evi : “ Siang, Dok” sapanya dengan senyuman
Dokter : “ Siang juga, Bagaimana kabarmu?” tanyanya (
sambil berjabat tangan)
Evi : “ Baik, dok. Tapi saya merasa sedikit
pusing dari kemarin. Sepertinya obat
yang dokter berikan sudah tidak bereaksi lagi”
Dokter : “ Emm, begitu ya? Tunggu sebentar biar saya
panggilkan suster untuk mempersiapkan peralatan. Kita akan cek sejauh mana
perkembangan penyakitmu itu.”ujarnya(sambil menelepon suster)
Pintu ruang dokter pun terbuka, Suster tersebut masuk
ke dalam ruangan.
Suster : “ Dok, semua sudah siap.”
Dokter : “ Oh iya, makasih suster. Tolong bantu saya
antarkan pasien ini ke ruang check up. Nanti saya akan menyusul.”
Suster : “ Baik, Dok. Mari dek, ikuti saya.”
(mempersilahkan)
Evi : (berdiri) “ Iya, terimakasih.”
(suara
langkah kaki beriringan)
Dokter : “ Berbaringlah sebentar, saya akan mengecek
melalui alat scan.”
(pemeriksaan)
Dokter : “ Nah, sudah selesai. Hasilnya besok bisa
kamu ambil. Jangan lupa istirahat yang cukup.”
Evi :
“ Baik, Dok. Kalau begitu saya permisi pulang.”
Evi pun berrjalan pulang ke rumah
dengan sedikit khawatir dengan hasil pemeriksaannya.
(lagu :
sherina-lihatlah lebih dekat)
Dirumah Evi.
. .
Erli : “ Kok baru pulang, Vi?”
Evi : “ Iya, ma. Tadi ada tugas di sekolah,
jadi baru pulang deh. Hehe” elaknya
Erli : “ Kok tumben gak bareng Tiya?”
Evi : “ Enggak,Ma, Dia tadi pulang duluan.
Kan aku ngerjain tugas”
Erli : “ Yaudah, kamu mandi terus istirahat.
Udah makan belom?”
Evi : “ Udah kok, Ma. Aku ke kamar dulu ya.”(
sambil berlalu)
Keesokan harinya, kebetulan hari ini adalah hari minggu. Hari
ini merupakan latihan hari pertama untuk acara seni di komunitas mereka.
Evi : “ Hallo, Tiya udah siap?”(menelepon
tiya)
Tiya : “ Udah, aku malah udah duluan nyampe nih.
Sorry ya, abis tadi di jemput sama ika .” jawabnya
Evi : “ Oke deh, gak papa. Udah ada siapa aja
di sana?”
Tiya : “ Gak tau nih, yang jelas udah rame
banget. Kamu berangkat kan?”
Evi : “ Iya, tapi agak telat. Yaudah ya,
daaah”
Tiya : “ Ih dasar. Oke dah”
Evi pun bergegas ke tempat latihan. Sesampainya di
sana, latihan sudah dimulai.
Nia : “ Eh, disamain dong nadanya. Gimana
sih?”
Aisyah : “ Iya tau nih, mending tiya aja yang jadi
pembuka. Baru nanti kita nyesuain . Oke gak?”
Nia : “ Bukan bau tapi baru, Is.haha”
Aisyah : “ Semau ku dong, masalah buat situ?”
Rani : “ Apaan sih malah pada ribut ?”
Rani : “ Aku mah oke-oke aja, asal hasilnya
bagus.haha”
Frasi : “ Gimana kalo di tambahin sedikit drama
juga, pasti seru tuh.”
Bravi : “ Iya, kan jadi makin menarik.hehe”
Dewi : “ Aku juga setuju sama ide kalian. Dan kamu
vela, aku harap kamu bisa menyesuaikan diri dengan konsep kita ya.”
Vela : “Iya, aku akan berusaha semampuku. Mohon
bimbingannya juga ya teman-teman.”
Nia : “ Okeoke, kita saling kerjasama yaa.”
Rani : “ Yuk, kita mulai lagi latihannya.
Semuanya juga udah lengkap dan siap.”
Aisyah : “ Iya, semangat teman-teman !”
Tiya pun bernyanyi sebagai pembuka, dilanjutkan yang
lain mengikuti nada dan sambil menari dengan sedikit drama. Sekitar 1 jam
mereka latihan, latihan pun usai. Namun, evi sudah tidak tampak di lingkungan
itu. Tadi ia terlihat tergesa-gesa meninggalkan tempat itu. Bahkan, ia juga tidak
berpamitan dengan teman komunitas lain. Termasuk Tiya, sahabatnya.
Tiya : “Kak rani,liat evi enggak?”
Rani : “ Enggak eh, kamu liat gak Brav?”
Bravi : “ Wah, aku juga gak liat. Langsung ngilang
kemana tuh anak. Kamu liat dia gak,Kak?”
Aisyah : “ Enggak juga tuh, mungkin bareng Dewi
pulangnya.”
Rani : “ Kalo bareng sih enggak, soalnya tadi
aku liat Dewi di jemput sama pacarnya.”
Vela : “ Tad sih aku liat dia kayak keburu-buru
gitu perginya, mungkin ada acara lain.”
Tiya : “Kira-kira kemana ya tuh anak? Tapi gak
kayak biasanya langsung ngilang gini.”
(ika pun
berlari ke arah tiya dan memanggilnya)
Ika : “ Pulang yuk, aku udah di telepon sama
ayah. Piring kotor numpuk nih, terus baju-baju yang di jemur belum
diangkatin.”(sambil menggandeng tangan Tiya)
Aisyah : “ Yah, ibu RT banget dia.”
Vela : “ Huss, gak boleh gitu. Besok kita juga
bakalan gitu kan?”
Nia : “ Iya, Ais nih sukanya ngejekin orang
mulu. Huu”
Rani : “ Cucok deh jadi istri yang baik. Haha”
Bravi : “ Yah, kak Rani juga ikut ngeledekin
nih.huu”
Tiya : “ Yuk,aku juga kebetulan ada janji buat
nemenin mama belanja. Kita pulang dulu ya, semua.”
Mereka pun pulang, di jalan Tiya merasa sedih kenapa
sejak kemarin evi terasa menghindarinya.
Di lain tempat, Evi sudah berada di ruang dokter yang
memeriksanya kemarin. Disana juga sudah ada seorang suster yang membawa amplop
besar hasil pemeriksaannya.
Suster : “ Ini, Dok. Hasil pemeriksaan
atas nama ananda evi.”
Dokter : “ Oke, makasih suster. Tolong
tinggalkan kami berdua dulu.”
Evi : “ Gimana, Dok? Apa penyakit
saya bertambah parah?” tanyanya pasrah
Dokter : “ Begini, Vi. Kamu memang
seharusnya sudah menjalani kemoterapi. Kalo tidak penyakitmu itu akan semakin
parah. Tapi untuk menjalani itu, kita perlu izin kepada orangtua mu.”
Evi : “ Saya tidak mau,Dok. Saya
mengerti risiko yang akan saya terima nanti. Saya akan tetap pada pendirian
saya. Saya harap dokter tetap memegang janji untuk tidak memberitahukannya pada
siapa pun.”
Dokter : “ Baiklah, kalo itu mau kamu.
Saya akan lakukan, asal kamu tetap meminum obat yang saya berikan secara
teratur.”
Evi : “ Iya, Dok. Saya janji,
tapi saya punya satu permintaan lagi”. (berbisik pada dokter), “ jika saya
sudah tiada nanti tolong berikan amplop ini pada sahabat saya. Dokter mau kan
melakukannya?”
Dokter : “ Iya, saya akan melakukannya.
Namun, saya akan tetap menolong nyawa kamu semaksimal kemampuan saya.”
Evi : “ Terimakasih ya, Dok. Saya
pamit untuk dulu.”
Dokter pun mempersilahkan Evi untuk pulang. Saat
perjalanan pulang, ia pun merasa sedih dengan apa yang akan dia alami esok,lusa
dan seterusnya. Di dalam benaknya semua itu tidak bisa di tebak, Ia masih ingin
untuk hidup.
(lagu:
Sherina-lebih dekat lebih baik)
Sesampainya di rumah, ia tak sadar bahwa ada seseorang
yang telah lama tidak bertemu dengannya.
Evi : “ KAKAK ! “sadarnya sambil memeluk
kakaknya yang baru saja pulang dari Perancis dengan erat.
Ulva : “ Eheh, lepas dong dek. Engap nih, kakak.”
Evi : “ Habis kakak gak bilang sih kalo mau
pulang.huhu”
Ulva : “ Kalo bilang, berarti gak surprise dong?”
Erli pun mendekati mereka berdua yang sedang temu
kangen.
Erli : “ Aduh, anak-anak mama ini. Kompak
banget kalo ketemu.”
Evi : “ Iya, dong Ma.kan aku sayang banget
sama Mama dan Kakak.”
Ulva : “ Oh iya tunggu sebentar. ( mengambil
oleh-oleh ), Nih kakak ada oleh-oleh buat kamu dek. Kamu kan suka parfum, jadi
kakak beliin parfum yang khusus dari paris loh.”
(Evi pun
menerimanya)
Evi : “ Wah, makasih ya Kak. Evi suka banget.”
Ulva : “ Ini juga ada sesuatu buat Mama, kue
perancis kesukaan Mama.”
Erli : “ Makasih ya, Nak. Yaudah sekarang kita
makan bareng yuk. Mama udah masakin yang istimewa buat kalian.”
Mereka pun makan malam bersama dan menghabiskan waktu
untuk bertukar cerita. Saat menceritakan tentang acara komunitas seni, kak ulva
tertarik dengan acara itu. Ia pun berniat untuk bergabung. Evi pun berjanji
akan mengajaknya besok pagi untuk ikut latihan.
Sementara itu, Tiya dan juga mamanya sedang asyik
berbelanja kebutuhan bulanan di salah satu supermarket dekat rumah mereka.
Dinda : “ Tiya, ini bagus deh bajunya buat kamu. Pas
banget,Nak.”
Tiya : “ Masak sih Ma? Warna apa Ma ?”
Dinda : “ Warna hijau dong kesukaan kamu, tapi ada
yang warna merah juga nih. Kamu mau yang mana ?”
Tiya : “ Kalau dua-duanya boleh, Ma?”
Dinda : “ Memang satunya mau buat siapa, Nak?”
Tiya : “ Buat Evi, Ma. Lagian kan dia juga suka
warna merah. Gimana boleh kan, Ma?”
Dinda : “ Tentu dong, apa sih yang gak buat anak
kesayangan mama ini. Mau beli apa lagi nih? Cemilan iya gak, Tiy?”
Tiya : “ Makasih, mamaku sayang. Enggak, Ma
kayaknya di rumah Tiya masih punya cemilan.”
Dinda : “ Yaudah, yuk kita bayar ke kasir.”
Pagi harinya, latihan akan dimulai. Namun, ada dua
orang baru di komunitas ini. Selain ada Kak Ulva yang tidak lain merupakan
kakak evi yang baru saja pulang dari
perancis. Ada Darti, suster yang menangani pemeriksaan Evi kemarin.
Darti : “ Kamu bukannya yang kemarin?”
Bravi : “ Yang kemarin apa Kak?”
Evi : “ Oh kakak ini yang kemarin di toko
gift shop kan?”
Darti : “ Eh (dengan wajah bingung)”
(evi pun
mengerlingkan matanya untuk memberi kode agar suster itu tidak memberitahu pada
yang lain)
Darti : “ Oh, iya kita kan kemarin ketemu di mall.
Kamu anak komunitas ini juga?”
Evi : “ Iya, aku anak komunitas seni
Kak.”jawabnya lega
Belum selesai perbincangan mereka, Dewi ketua komunitas
itu menyuruh mereka semua berkumpul menjadi satu.
Dewi : “ Ayo kumpul di sini ?”
Dengan serempak pun mereka semua bergegas kumpul.
Dewi : “ Semoga latihan hari ini berjalan lancar
dan saya harap anggota baru bisa menyesuaikan diri. Sebelum latihan, mari kita
berdoa. Berdoa mulai.selesai. SEMANGAT !”
Mereka pun menyesuaikan diri masing-masing. Latihan
kali ini berlangsung lebih teratur dan bewarna mungkin karena adanya
anggota-anggota baru. Namun, baru setengah jalan latihan berlangsung, tiba-tiba
evi merasa pusing dan kemudian ia pingsan. Semuanya langsung panik dan
mengangkatnya ke tepi ruangan. Sekitar 5 menit, evi pun bangun.
Tania :
“ Mending kamu pulang aja, Vi. Kondisimu masih lemas.”
Norma : “ Iya, kamu harus pulang dan
banyak istirahat “
Darti : “ Biar aku yang urus dia dulu.
Kalian lanjutin latihan aja”
Mereka pun beralih dan memulai latihan tanpa Evi dan
Darti. Sementara itu, Darti memberikan pengobatan pertama pada Evi.
Darti : “ Nih, diminum dulu obatnya.”
Evi : “ Makasih ya, suster.”
Darti : “ Ada satu hal yang ingin saya
beritahu, Sebenarnya saya ikut dengan komunitas ini karena disuruh oleh Bu
Dokter. Saya di perintahkan untuk memantau perkembangan kamu.”
Mendengar itu, Evi merasa sedikit tenang karena
setidaknya ada yang menjaganya. Evi pun
memutuskan untuk pulang duluan karena kondisi nya yang belum stabil. Kemudian,
Darti kembali pada alur latihan.
Sekitar 4 hari lagi pertunjukan seni itu akan
dilaksanakan. Semua persiapan telah dilakukan. Mulai dari latihan yang selalu dilakukan
setiap sore hari hingga membuat semua
anggotanya merasa sibuk. Hal itu sangat terasa oleh Tiya, sampai-sampai ia
belum sempat memberikan baju yang dia beli untuk Evi.
Dinda : “ Loh, Tiy ini baju nya belum kamu kasih ke
Evi.”
Tiya : “ Belum, Ma. Belum sempet ketemu Evi.”
Dinda : “ Lah, bukannya tiap hari kalian ketemu di
tempat latihan ya?”
Tiya : “ Iya, tapi Evi datengnya selalu telat
dan kalau udah selesei dia mesti langsung pulang. Kenapa sih dia, Ma?”
Dinda : “ Yah, mungkin dia masih ada kegiatan lain.
Lagian kata kamu juga kakaknya baru pulang dari Perancis, jadi mungkin mereka
pergi bareng.”
Tiya : “ Ka Ulva maksud mama, dia mah sering
ngobrol sama aku kalau habis latihan.”
Dinda : “ Emm, atau mungkin dia kecapekan jadi butuh istirahat. Lagian kamu
juga sering bilang ke Mama kalau Evi tuh sering banget ngeluh pusing. Jadi
mungkin aja, dia pengen menjaga kondisi tubuhnya.”
Tiya : “ Iya, ya Ma. Mungkin aja Evi gak pengen
terlalu capek.”
Hari itu telah berjalan 9 hari terhitung sejak latihan
pertama. Latihan itu memerlukan fisik yang sangat kuat. Sehingga kondisi tubuh
Evi semakin melemah. Pusing yang ia rasakan semakin parah. Namun ia , tetap
saja mengikuti latihan dengan giat.
Norma : “ Evi, mukamu pucat banget. Mending kamu
istirahat dulu aja? Jangan terlalu memaksakan”
Tania : “ Iya, nanti daripada kamu kenapa-kenapa
lagi”
Vella : “ Iya, biar nanti kita yang ijinin ke
dewi?”
Kak ulva pun
menghampiri Evi
Ulva : “ Kenapa ini kenapa?”
Tania : “ itu si Evi pucet banget.”
Norma : “ Iya mending diajak puang aja!”
Ulva : “ Iya pucet banget kamu dek, pulang aja
yuk?”ajaknya
Evi : “ Aku gak papa kok, Tiya kemana?”
Norma : “ Dia gak dateng hari ini katanya sih mau
nemenin Mamanya pergi.”
Evi : “ Oh...gi....”
Belum selesai Evi menyelesaikan kata-kata itu, Ia
langsung tak sadarkan diri. Semuanya langsung panik, Darti suster yang
menangani Evi pun langsung berinisiatif untuk menelepon ambulance dan tak lama
ambulance pun datang.
(suara
sirine ambulance)
Sesampainya di Rumah Sakit, Evi langsung mendapatkan
penangan pertama dari Dokter yang biasa menanganinya juga Suster tersebut. Kak
ulva langsung menelepon Mamanya untuk memberitahu keadaan Evi. Sementara
sanggota komunitas yang lain menanti dengan cemas.
Sesampainya di Rumah Sakit, Mama Evi langsung melihat
Dokter yang menanganinya keluar dari ruangan ICU itu. Perasaan dalam hatinya
berkecambuk. Dengan wajah sedih dan merasa bersalah Dokter itu menjelaskan apa
yang terjadi.
Lagu :
endless love
Dokter : “ Maaf, saya telah melakukan yang terbaik dan
seoptimal mungkin. Namun penyakitnya terlalu kuat untuk dikalahkan. Saya minta
semuanya bersabar dan mengikhlaskan kepergiannya.”
Erli : “ Apa Dok? Maksud Dokter anak saya telah
tiada?”(dengan muka tak percaya)
Dokter : “ Iya, Bu. Anak Ibu telah di vonis menderita
kanker otak sejak 7 bulan lalu. Namun, karena permintaannya saya tidak
memberitahukannya kepada Ibu.”
(serentak
semuanya kaget )
Erli : “ Tidakkkk, anakku.”tangisnya pecah
sambil memeluk ulva erat.
Ulva : “ Sabar Ma, ulva juga gak nyangka kalo
selama ini adek sakit parah.”
Dokter : “ Dia itu anak yang kuat dan mandiri, saya
juga sangat salut terhadapnya. Ada sesuatu lagi yang ingin saya sampaikan. Mari
ikut dengan saya”
Suasana di depan ruangan itu penuh dengan isak tangis
teman komunitas seni. Bergantian mereka melihat keadaan Evi untuk yang
terakhir.
Norma : “ Ya ampun, Evi udah nggak ada, nggak nyangka
banget aku.”
Nia : “ Iya cepet banget perginya.”
Vella : “ Padahal dia anak yang baik.”
Tania : “ Iya dia juga periang, sepi deh nggak ada
dia.”
Rani : “ Kita masuk yuk, beri penghormatan
terakhir buat Evi.”
Frasi : “ Rasanya aku gak kuat, aku mau di sini
dulu. Kamu temenin aku ya Brav”
Bravi : “ Iya, Fras. Aku juga belum siap liat Evi
buat yang terakhir kalinya.”
Ika : “ Gimana ni? Gimana kalo tiya tau Evi
udah gak ada. Dia pasti terpuruk banget.”
Aisyah : “ Sebaiknya kamu jangan kasih tau dia dulu
deh, aku takut kalo dia nanti akan terluka.”
Dewi : “ Iya
kita tunggu waktu yang tepat aja.”
Tania : “ Sekarang yang bisa kita lakukan adalah
mendo’akan Evi. Agar dia pergi dengan tenang dan bahagia di sana.”
Rani : “ Iya, kita berdoa buat Evi dulu yuk?”
Vela : “ Berdo’a menurut kepercayaan
masing-masing mulai.selesai”
Sementara itu, di ruangan terpisah Mama Evi dan Kak
Ulva berusaha untuk mengontrol diri sambil mendengarkan arahan Dokter.
Dokter : “ Evi menginginkan untuk mendonorkan matanya
kepada sahabatnya. Apakah kalian setuju dengan permintaan Evi? Karena tanpa
persetujuan kalian, pendonoran itu tidak bisa saya lakukan.”
Air mata dan isak tangis dari keduanya pun sudah tak
bisa terbendung. Mereka tak mampu mengungkapkan dengan kata-kata, hanya
anggukan kepala yang mengisyaratkan mereka setuju dengan permintaan Evi.
Sementara itu, Tiya duduk di depan teras rumah dengan
wajah murung dan sedih. Dia merasa kehilangan sahabat yang selalu menemaninya.
Sahabat yang dia tak tahu sekarang ada dimana.
Jupe : “ Hey, kenapa ngelamun sih ?”
Tiya : “ Keinget sama Evi, Ma. Rasanya udah lama
banget gak main, bercanda dan berangkat ke sekolah bareng dia. Kemana ya dia
Ma?”
Jupe : “ Yah mungkin dia memang lagi sibuk, Nak.
(elak mamanya) Tapi mama punya kabar gembira buat kamu?”
Tiya : “ Apa Ma?”
Jupe : “ Ada seseorang yang khusus mendonorkan
kornea matanya untuk kamu.”
Tiya : “ Hah? Mama serius? Berarti cita-ciata
aku bakal kesampaian dong Ma”
Jupe : “ Iya sayang kamu bisa konser dan melihat
para penonton yang melihatmu.”
(Tiya
langsung memeluk mamanya dengan erat)
Keesokan harinya, Tiya menjalani operasi mata dengan
di tunggu oleh Mamanya. Setelah beberapa jam, operasi pun selesai. Namun,
perban itu baru bisa dibuka esok hari. Teman se-komunitas pun datang
menjenguknya, bahkan mama dan kak ulva juga datang untuk menjenguk.
Waktu terasa cepat hingga hari yang di tunggu pun
tiba, perban itu di buka oleh suster. Perlahan-lahan Tiya membuka matanya dan
akhirnya dia dapat melihat Mama yang selama ini membesarkannya.
Tiya : “ Ma, aku bisa lihat. Sekarang aku bisa
melihat mama” ujarnya sambil memeluk mamanya dengan erat.
Dokter : “ Tiya, sekarang kamu sudah bisa melihat. Dan
ini ada surat yang ingin disampaikan oleh pedonor kornea mata untukmu.”
(tiya
melepaskan pelukan mamanya dan mengambil surat itu dari tangan dokter, dokter
dan suster pun pergi meninggalkan ruangan )
Ia pun
membukanya ;
Dear Tiya,
Tiya sayang, sahabatku yang paling
baik. Apa kabar hari ini? Baik-baik saja sajakah? Sehat-sehat? Semoga sehat ya.
Tiya, Saat kau membaca surat dari aku ini, mungkin aku sudah tidak ada lagi di
dunia ini, tak ada disamping kamu, tak bisa menemani kamu bermain,bercanda dan
tertawa. Maafkan aku ya, Tiy.
Tiya sayang, sebenarnya aku ingin
sekali cerita ke kamu tentang penyakitku ini, tapi aku takut membuat kamu
kepikiran terus, takut buat kamu gelisah. Sebenarnya aku terkena penyakit
kanker, kanker otak Tiy dan umurku tidak akan lama lagi.
Tiya sayang, meskipun aku telah
pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku ke kamu tak akan pernah berubah,
kamu sahabat terbaik dalam hidupku, kamu tempatku berkeluh kesah, tempatku
menumpahkan suka dan duka. Tiy, ku tahu saat kau membaca surat ini, kau sudah
bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku berikan kornea mataku untukmu, hanya
itu yang bisa aku berikan, jaga mata itu seperti kau mnjaga persahabatan kita.
Segitu dulu ya Tiy, maafkan aku
harus pergi meninggalkanmu, terimakasih karena sudah memberikan aku arti hidup
selama di dunia. Sampai ketemu suatu hari nanti, Tiy. Aku sayang kamu
sahabatku..
Kiss and big
hug my lovely friend, my best friend in my life.
(lagu:
rapuh)
Dariku yang
selalu menyayangimu,
Evita
Abiguna
Setelah mengetahui siapa yang telah mendonorkan
korneanya untuk dia, seketika itu juga Tiya langsung terisak tangis dan kembali
memeluk mamanya dengan erat. Ia merasa kehilangan sahabat yang selalu ada buat
dia.
Tak terasa 1 hari lagi pertunjukan di mulai. Semua
telah latihan dengan keras setiap hari. Mereka juga sepakat untuk memberikan
penampilan ini untuk mengenang kepergian Evi.
Malam harinya,mereka telah bersiap untuk tampil.
Perlengkapan dan peralatan pun sudah di persiapkan semaksimal mungkin. Waktu
yang di tunggu pun tiba, mereka menampilkan pertunjukkan itu
Tiya : “ Sebelumnya, penampilan kami ini akan kami persembahkan untuk Evi sahabat
kita yang telah memberikan dedikasi yang tinggi terhadap seni dan juga sahabat
terbaik dalam kehidupan kami. Semoga dia bahagia di sana dan selamat
menyaksikan(lagu : semua tentang kita)
All : Ingatlah hari ini
Persahabatan
bukan hanya sekedar kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi
persahabatan merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh di atas dua hati,
ditulis dengan tinta kasih sayang dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan
darah bahkan mungkin nyawa. Semua itu karena duniaku untuk sahabatku
0 komentar:
Posting Komentar